Tuesday, April 5, 2011

perkembangan nilai budaya

Perkembangan Sosial Dan Kebudayaan Indonesia

Setiap kehidupan di dunia ini tergantung pada kemampuan beradaptasi terhadap lingkungannya dalam arti luas. Akan tetapi berbeda dengan kehidupan lainnya, manusia membina hubungan dengan lingkungannya secara aktif. Manusia tidak sekedar mengandalkan hidup mereka pada kemurahan lingkungan hidupnya seperti ketika Adam dan Hawa hidup di Taman Firdaus. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengelola lingkungan dan mengolah sumberdaya secara aktif sesuai dengan seleranya. Karena itulah manusia mengembangkan kebiasaan yang melembaga dalam struktur sosial dan kebudayaan mereka. Karena kemampuannya beradaptasi secara aktif itu pula, manusia berhasil menempatkan diri sebagai makhluk yang tertinggi derajatnya di muka bumi dan paling luas persebarannya memenuhi dunia.
Di lain pihak, kemampuan manusia membina hubungan dengan lingkungannya secara aktif itu telah membuka peluang bagi pengembangan berbagai bentuk organisasi dan kebudayaan menuju peradaban. Dinamika sosial itu telah mewujudkan aneka ragam masyarakat dan kebudayaan dunia, baik sebagai perwujudan adaptasi kelompok sosial terhadap lingkungan setempat maupun karena kecepatan perkembangannya.
MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN INDONESIA
Dinamika sosial dan kebudayaan itu, tidak terkecuali melanda masyarakat Indonesia, walaupun luas spektrum dan kecepatannya berbeda-beda. Demikian pula masyarakat dan kebudayaan Indonesia pernah berkembang dengan pesatnya di masa lampau, walaupun perkembangannya dewasa ini agak tertinggal apabila dibandingkan dengan perkembangan di negeri maju lainnya. Betapapun, masyarakat dan kebudayaan Indonesia yang beranekaragam itu tidak pernah mengalami kemandegan sebagai perwujudan tanggapan aktif masyarakat terhadap tantangan yang timbul akibat perubahan lingkungan dalam arti luas maupun pergantian generasi.
Ada sejumlah kekuatan yang mendorong terjadinya perkembangan sosial budaya masyarakat Indonesia. Secara kategorikal ada 2 kekuatan yang mmicu perubahan sosial, Petama, adalah kekuatan dari dalam masyarakat sendiri (internal factor), seperti pergantian generasi dan berbagai penemuan dan rekayasa setempat. Kedua, adalah kekuatan dari luar masyarakat (external factor), seperti pengaruh kontak-kontak antar budaya (culture contact) secara langsung maupun persebaran (unsur) kebudayaan serta perubahan lingkungan hidup yang pada gilirannya dapat memacu perkembangan sosial dan kebudayaan masyarakat yang harus menata kembali kehidupan mereka .
Betapapun cepat atau lambatnya perkembangan sosial budaya yang melanda, dan factor apapun penyebabnya, setiap perubahan yang terjadi akan menimbulkan reaksi pro dan kontra terhadap masyarakat atau bangsa yang bersangkutan. Besar kecilnya reaksi pro dan kontra itu dapat mengancam kemapanan dan bahkan dapat pula menimbulkan disintegrasi sosial terutama dalam masyarakat majemuk dengan multi kultur seperti Indonesia.
PERKEMBANGAN SOSIAL DAN KEBUDAYAAN DEWASA INI
Masyarakat Indonesia dewasa ini sedang mengalami masa pancaroba yang amat dahsyat sebagai akibat tuntutan reformasi secara menyeluruh. Sedang tuntutan reformasi itu berpangkal pada kegiatan pembangunan nasional yang menerapkan teknologi maju untuk mempercepat pelaksanaannya. Di lain pihak, tanpa disadari, penerapan teknologi maju itu menuntut acuan nilai-nilai budaya, norma-norma sosial dan orientasi baru. Tidaklah mengherankan apabila masyarakat Indonesia yang majemuk dengan multi kulturalnya itu seolah-olah mengalami kelimbungan dalam menata kembali tatanan sosial, politik dan kebudayaan dewasa ini.
Penerapan teknologi maju
Penerapan teknologi maju untuk mempercepat pebangunan nasional selama 32 tahun yang lalu telah menuntut pengembangan perangkat nilai budaya, norma sosial disamping ketrampilan dan keahlian tenagakerja dengn sikap mental yang mendukungnya. Penerapan teknologi maju yang mahal biayanya itu memerlukan penanaman modal yang besar (intensive capital investment); Modal yang besar itu harus dikelola secara professional (management) agar dapat mendatangkan keuntungan materi seoptimal mungkin; Karena itu juga memerlukan tenagakerja yang berketrampilan dan professional dengan orientasi senantiasa mengejar keberhasilan (achievement orientation).
Tanpa disadari, kenyataan tersebut, telah memacu perkembangan tatanan sosial di segenap sector kehidupan yang pada gilirannya telah menimbulkan berbagai reaksi pro dan kontra di kalangan masyarakat. Dalam proses perkembangan sosial budaya itu, biasanya hanya mereka yang mempunyai berbagai keunggulan sosial-politik, ekonomi dan teknologi yang akan keluar sebagai pemenang dalam persaingan bebas. Akibatnya mereka yang tidak siap akan tergusur dan semakin terpuruk hidupnya, dan memperlebar serta memperdalam kesenjangan sosial yang pada gilirannya dapat menimbulkan kecemburuan sosial yang memperbesar potensi konflik sosial.dalam masyarakat majemuk dengan multi kulturnya.
Keterbatasan lingkungan (environment scarcity)
Penerapan teknologi maju yang mahal biayanya cenderung bersifat exploitative dan expansif dalam pelaksanaannya. Untuk mengejar keuntungan materi seoptimal mungkin, mesin-mesin berat yang mahal harganya dan beaya perawatannya, mendorong pengusaha untuk menggunakannya secara intensif tanpa mengenal waktu. Pembabatan dhutan secara besar-besaran tanpa mengenal waktu siang dan malam, demikian juga mesin pabrik harus bekerja terus menerus dan mengoah bahan mentah menjadi barang jadi yang siap di lempar ke pasar. Pemenuhan bahan mentah yang diperlukan telah menimbulkan tekanan pada lingkungan yang pada gilirannya mengancam kehidupan penduduk yang dilahirkan, dibesarkan dan mengembangkan kehidupan di lingkungan yang di explotasi secara besar-besaran.
Di samping itu penerapan teknologi maju juga cenderung tidak mengenal batas lingkungan geografik, sosial dan kebudayaan maupun politik. Di mana ada sumber daya alam yang diperlukan untuk memperlancar kegiatan industri yang ditopang dengan peralatan modern, kesana pula mesin-mesin modern didatangkan dan digunakan tanpa memperhatikan kearifan lingkungan (ecological wisdom) penduduk setempat.
Ketimpangan sosial-budaya antar penduduk pedesaan dan perkotaan ini pada gilirannya juga menjadi salah satu pemicu perkembangan norma-norma sosial dan nilai-nilai budaya yang befungsi sebagai pedoman dan kerangka acuan penduduk perdesaan yang harus nmampu memperluas jaringan sosial secara menguntungkan. Apa yang seringkali dilupakan orang adalah lumpuhnya pranata sosial lama sehingga penduduk seolah-olahkehilangan pedoman dalam melakukan kegiatan. Kalaupun pranata sosial itu masih ada, namun tidak berfungsi lagi dalam menata kehidupan pendudduk sehari-hari. Seolah-olah terah terjadi kelumpuhan sosial seperti kasus lumpur panas Sidoarjo, pembalakan liar oleh orang kota, penyitaan kayu tebangan tanpa alas an hokum yang jelas, penguasaan lahan oleh mereka yang tidak berhak.
Kelumpuhan sosial itu telah menimbulkan konflik sosial yang berkepanjangan dan berlanjut dengan pertikaian yang disertai kekerasan ataupun amuk.
PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN
Sejumlah peraturan dan perundang-undangan diterbitkan pemerintah untuk melindungi hak dan kewajiban segenap warganegara, seperti UU Perkawinan monogamous, pengakuan HAM dan pengakuan kesetaraan gender serta pengukuhan “personal, individual ownership” atas kekayaan keluarga mulai berlaku dan mempengaruhi sikap mental penduduk dengan segala akibatnya.
PENDIDIKAN
Kekuatan perubahan yang sangat kuat, akan tetapi tidak disadari oleh kebanyakan orang adalah pendidikan. Walaupun pendidikan di manapun merupakan lembaga ssosial yang terutama berfungsi untuk mempersiapkan anggotanya menjadi warga yang trampil dan bertanggung jawab dengan penanaman dan pengukuhan norma sosial dan nilai-nilai budaya yang berlaku, namun akibat sampingannya adalah membuka cakrawala dan keinginan tahu peserta didik. Oleh karena itulah pendidikan dapat menjadi kekuatan perubahan sosial yang amat besar karena menumbuhkan kreativitas peserta didik untuk mengembangkan pembaharuan (innovation).
Di samping kreativitas inovatif yang membekali peserta didik, keberhasilan pendidikan menghantar seseorang untuk meniti jenjang kerja membuka peluang bagi mobilitas sosial yang bersangkutan. Pada gilirannya mobilitas sosial untuk mempengaruhi pola-pola interaksi sosial atau struktur sosial yang berlaku. Prinsip senioritas tidak terbatas pada usia, melainkan juga senioritas pendidikan dan jabatan yang diberlakukan dalam menata hubungan sosial dalam masyarakat.
Dengan demikian pendidikan sekolah sebagai unsur kekuatan perubahan yang diperkenalkan dari luar, pada gilirannya menjadi kekuatan perubahan dari dalam masyarakat yang amat potensial. Bahkan dalam masyarakat majemuk Indonesia dengan multi kulturnya, pendidikan mempunyai fungsi ganda sebagai sarana integrasi bangsa yang menanamkan saling pengertian dan penghormatan terhadap sesama warganegara tanpa membedakan asal-usul dan latar belakang sosial-budaya, kesukubangsaan, keagamaan, kedaerahan dan rasial. Pendidikan sekolah juga dapat berfungsi sebagai peredam potensi konflik dalam masyarakat majemuk dengan multi kulurnya, apabila diselenggarakan dengan benar dan secara berkesinambungan.
Di samping pendidikan, penegakan hukum diperlukan untuk menjain keadilan sosial dan demokratisasi kehidupan berbangsa dalam era reformasi yang memicu perlembangan sosial-budaya dewasa ini. Kebanyakan orang tidak menyadari dampak sosial reformasi, walaupun mereka dengan lantangnya menuntut penataan kembali kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sesungguhnya reformasi mengandung muatan perubahan sosial-budaya yang harus diantisipasi dengan kesiapan masyarakat untuk menerima pembaharuan yang seringkali menimbulkan ketidak pastian dalam prosesnya.
Tanpa penegakan hukum secara transparan dan akuntabel, perkembangan sosial-budaya di Indonesia akan menghasilkan bencana sosial yang lebih parah, karena hilangnya kepercayaan masyarakat akan mendorong mereka untuk bertindak sendiri sebagaimana nampak gejala awalnya dewasa ini. Lebih berbahayalagi kalau gerakan sosial itu diwarnai kepercayaan keagamaan, seperti penatian datangnya ratu adil dan gerakan pensucian (purification) yang mengharamkan segala pembaharuan yang dianggap sebagai “biang” kekacauan.
Betapaun masyarakat harus siap menghadapi perubahan sosial budaya yang diniati dan mulai dilaksanakan dengan reformasi yang mengandung makna perkembangan ke arah perbaikan tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

ciri - ciri khusus kebudayaan yang ada di indonesia

TUJUH CIRI KHUSUS BUDAYA & KARAKTER BANGSA INDONESIA

Setelah Perang Dunia II usai tahun 1945, Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin Uni Soviet berlomba menjadi pemimpin dunia. Jika Blok Barat ingin mengembangkan kapitalisme-liberalisme dengan senjatanya demokrasi, maka Blok Timur ingin menguasai dunia dengan resepnya komunisme-sosialisme. Sementara itu bekas bangsa-bangsa terjajah di Asia-Afrika bangkit dan ingin membentuk Blok Ke-3, The New Emerging Forces. Blok Ke-3 atau Non-Blok ini ingin mengubah kehidupan manusia di dunia dengan tatanan baru, yang lebih adil dan merata demi terwujudnya dunia yang aman, damai, adil, dan sejahtera.

Dalam menuju cita-cita Tatanan Dunia Baru, Non-Blok lebih dekat ke Blok Timur, karena Blok Timur anti kapitalisme-liberalisme. Bangkitnya non-blok membuat Blok Barat menghadapi dua musuh. Maka Non-Blok yang masih lemah dihancurkan lebih dulu sebelum merajalela. Salah satu pendekar Non-Blok yang paling potensial adalah Indonesia. Negeri ini dihancurkan terlebih dulu, tahun 1965, setelah itu Indonesia;memasuki alam kapitalisme-liberalisme.

Sejak saat itu karakter dan moral bangsa Indonesia pelan-pelan berubah. Kapitalisme-liberalisme pelan-pelan mengikis karakter dan perilaku bangsa Indonesia. Jiwa dan semangat Pancasila pelan-pelan dibikin luntur, kemudian semangat dagang, yang efisien, kreatif, dan kompetitif dipompakan di jiwa raga bangsa Indonesia.

Jiwa dan semangat merebut kemerdekaan yang dulu dimiliki bangsa ini punah secara pelan tapi pasti; berubah kearah opportunik; berebut (hasil) kemerdekaan. Melewati tahun 1970 karakter dan moral yang populis dan sosialis berubah kearah karakter materialistis-individualistis. Perubahan sistem politik-ekonomi yang kapitalis-liberalis terus merambah ke berbagai jiwa birokrasi pemerintahan dan dunia usaha. Singkat kata, investasi melahirkan regulasi. Regulasi melahirkan privatisasi. Maka lahir privatisasi, efisiensi, peningakatan produksi, bermuara ke pertumbuhan ekonomi. Tetapi bersamaan dengan itu lahir pula penyakit birokrasi dan korupsi. Maka tahun-tahun selanjutnya korupsi dan demoralisasi merajalela dan membudaya. Akibatnya bisa kita lihat sekarang ini.

Maka bangkitlah people power dan berteriak: Hentikan karakter dan moral bangsa yang rusak! Mereka lalu mengusulkan diadakan Revolusi Sosial, Revolusi Birokrasi, Revolusi Karakter dan Moral Bangsa Indonesia, Pertobatan Nasional, dsb. Sebab sistem politik dan demokrasi, dengan segala perangkatnya, tidak berdaya membereskan permasalahan bangsa. Apalagi sebagian karakter dan moral pemimpinnya tak terpuji!

Padahal karakter, moral, atau akhlak pemimpin bangsa merupakan motor utama untuk membangun bangsa. Di bawah ini disajikan sisi buruk dari ciri-ciri orang Indonesia, menurut pengamatan Mochtar Lubis (alm), mantan wartawan Koran Indonesia Raya yang mungkin dapat berguna buat mawas diri. Dari 7 ciri, hanya 1 yang baik

Tanggal 6 April 1977 wartawan dan budayawan Mochtar Lubis pernah berceramah di Taman Ismail Marzuki Jakarta. Ceramahnya berjudul Manusia Indonesia: Sebuah Pertanggungan Jawab. Intisari ceramahnya mengupas tentang ciri-ciri orang Indonesia. Ceramah Mochtar Lubis tersebut melahirkan kontroversi. Timbul pro kontra. Soalnya ciri-ciri orang Indonesia lebih banyak jeleknya ketimbang baiknya. Sebagai bahan studi, ceramah Mochtar mempunyai nilai tersendiri. Makalah ceramahnya kemudian dibukukan. Hingga kini buku karyanya dijadikan rujukan oleh sejumlah ahli sosiologi. Namun banyak pula pakar sosiologi yang tak setuju dengan pengamatan Mochtar Lubis tersebut.

Ketika Mochtar Lubis masih aktif di bidang jurnalistik, tahun 1970-an, soal KKN sudah mulai subur di kalangan masyarakat, baik di kalangan birokrat pemerintahan maupun di kalangan masyarakat luas. Saat itu keran investasi asing sudah mulai dibuka lebar-lebar. Maka masyarakat Indonesia yang semula idealis, nasionalis, kekeluargaan, berubah ke masyarakat yang berjiwa global.

Perubahan politik dan ekonomi sangat besar pengaruhnya terhadap karakter dan perilaku seseorang. Masuknya modal asing yang deras ke Indonesia sangat berpengaruh terhadap karakter dan perilaku bangsa. Ciri-ciri orang Indonesia yang digambarkan Mochtar Lubis jelas tidak sama dengan ciri-ciri orang Indonesia pada tahun 1908, 1928, dan 1945. Adanya pro dan kontra terhadap ciri-ciri orang Indonesia hasil penelitian Mochtar Lubis itu adalah sesuatu yang biasa. Kini kita harus berani mengubah ciri-ciri yang negatif itu menjadi positif. Kita harus berani melihat wajah jelek kita sendiri!

Ciri-ciri orang Indonesia menurut Mochtar Lubis:
1. Hipokrit, senang berpura-pura, lain di muka lain di belakang, suka menyembunyikan yang dikehendaki, karena takut mendapat ganjaran yang merugikan dirinya.
2. Segan dan enggan bertanggungjawab atas perbuatannya, putusan dan pikirannya. Atau sering mengalihkan tanggungjawab tentang sesuatu kesalahan dan kegagalan kepada
orang lain.
3. Berjiwa feodalis, senang memperhamba pihak yang lemah, senang dipuji, serta takut dan tidak suka dikritik.
4. Percaya pada takhyul dan senang mengkeramatkan sesuatu.
5. Berjiwa artistik dan sangat dekat dengan alam.
6. Mempunyai watak yang lemah serta kurang kuat mempertahankan keyakinannya sekalipun keyakinannya itu benar. Suka meniru.
7. Kurang sabar, cepat cemburu dan dengki.

Tentu saja, dari ke-7 ciri orang Indonesia itu ada benarnya, tetapi tidak semua orang Indonesia memiliki ciri-ciri semacam itu. Kalau toh ada, tidak semua 7 ciri tersebut dimiliki oleh semua orang Indonesia. Atau sebagian orang memiliki sebagian dari ke-7 ciri tersebut. Yang jelas, jika semua orang Indonesia memiliki ke-7 ciri-ciri tersebut, Kebangkitan Nasional 1908 tidak mungkin ada, Sumpah Pemuda 1928 tidak mungkin ada, dan Revolusi Indonesia 1945 tidak mungkin ada.

Yang jelas, saat ini orang Indonesia banyak yang nyeleweng dari jatidirinya, dari cara hidupnya, dari filsafat hidupnya, yaitu Pancasila. Yang jelas, kehancuran negara dan bangsa ini akibat kesalahan para pemimpin kita terdahulu, yang membiarkan Indonesia tidak mampu mandiri. Tidak bisa menjadi tuan di negeri sendiri.

Tahun 1945 jiwa dan semangat bangsa ini merebut kemerdekaan. Saat ini, jiwa dan semangat bangsa ini cenderung berebut (hasil) kemerdekaan.

jenis kebudayaan yang ada di indonesia

Jenis-jenis Kebudayaan yang ada di indonesia
jenis-jenisnya:
• Hidup-kebatinan manusia, yaitu sesuatu yang menimbulkan tertib damainya hidup masyarakat dengan adat-istiadatnya,pemerintahan negeri, agama atau ilmu kebatinan
• Angan-angan manusia, yaitu sesuatu yang dapat menimbulkan keluhuran bahasa, kesusasteraan dan kesusilaan.
• Kepandaian manusia, yaitu sesuatu yang menimbulkan macam-macam kepandaian tentang perusahaan tanah, perniagaan, kerajinan, pelayaran, hubungan lalu-lintas, kesenian yang berjenis-jenis; semuanya bersifat indah (Dewantara; 1994).
Kebudayaan berdasarkan wujudnya
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi
tiga,yaitu:
• Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
• Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
• Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
1.2.3 Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan
atas dua komponen utama:
• Kebudayaan material
Kebudayaan material adalah kebudayaan yang mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Contoh kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
• Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.